Sejarah
perkembangan arsitektur di Indonesia, utamanya dalam koridor modern, tidak akan
lepas dari intervensi unsur-unsur ‘luar’ dan pengaruh-pengaruh jaman dalam abstraksi yang rumit, komplek,
penuh dengan koherensi, fragmentasi dan ambivalensi sekaligus. Hal ini bukan
merupakan sesuatu yang asing lagi bagi sebuah negara bekas (dan masih?) jajahan
seperti Indonesia. Dalam hal ini, kompleksitas
yang lahir dalam dunia arsitektural di Indonesia menjadi abstrak dan klise. Kebanyakan dari masyarakat
Indonesia yang konsumtif hanya menikmati kompleksitas ini dalam memaknai sebuah
bentuk saja, namun melupakan salah satu khasanah kearsitekturan yang sangat
penting, yaitu fungsi.
Dalam
Perkembangannya, arsitektur di Indonesia mulai merambah menjadi sebuah
kesadaran untuk bercipta dan berkarya, namun masih hanya sebatas perancangan
pragmatik yang kadang melupakan detil yang kadang menjadi jawaban keluhan para
pengguna bangunan. Melalui penelitian ini, penulis berharap dapat melahirkan
sebuah karya arsitektur yang kompleks namun jalan beriringan sesuai koridor
tanpa adanya sebuah chaos. Penelitian
mengenai kondisi fisik bangunan merupakan kegiatan meneliti di bidang ilmu
arsitektur untuk mendapatkan ukuran kuantitatif yang kemudian dapat dikonversi
menjadi fungsi kualitatif dalam perancangan tematik sebuah bangunan.
Hal ini kemudian dilakukan
untuk mendapatkan data dan membandingkan data tersebut dengan standar yang ada,
untuk mencapai tingkat kenyamanan ruang bagi manusia.
Dalam skema berfikir tematik arsitektur ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam perancangan sebuah bangunan, antara lain dalam mentransformasikan bentuk dari sebuah fungsi. Kadang kita sebagai perancang harus berfikir berbalik, “bagaimana ketika kita yang menjadi pengguna awam yang seperti menikmati ruang baru?”. Dalam sebuah pengalaman manusia dalam merasakan hal baru ini biasa disebut dengan sensasi. Sensasi meliputi fungsi visual, audio, penciuman dan pengecapan, serta perabaan, keseimbangan dan kendali gerak. Kesemuanya inilah yang sering disebut indera. Jadi dapat dikatakan bahwa sensasi adalah proses manusia dalam menerima informasi sensoris (energi fisik dari lingkungan) melalui penginderaan dan menerjemahkan informasi tersebut menjadi sinyal-sinyal neural yang bermakna. Misalnya, ketika manusia (dengan menggunakan indera visual, yaitu mata) melihat sebuah bangunan tinggi, maka ada gelombang cahaya dari benda itu yang ditangkap oleh organ mata, lalu diproses dan ditransformasikan menjadi signal-signal di otak, yang kemudian diinterpretasikan sebagai “bangunan tingkat tinggi”. Dan begitu pula dalam proses melalui indera lainnya.
PERSEPSI VISUAL DAN PENCAHAYAAN (LIGHTING)
Melihat
adalah sebuah proses inderawi dari organ mata yang dapat melahirkan beragam
informasi yang dicerna otak dan menjadi cikal bakal lahirnya sebuah persepsi
yang memengaruhi aktifitas dan kinerja manusia. Melalui sebuah persepsi,
manusia memandang dunianya. Persepsi harus dibedakan dengan sensasi. Sensasi
merupakan fungsi fisiologis, dan lebih banyak tergantung pada kematangan dan
berfungsinya organ-organ sensoris.
Dalam ilmu psikologi dan kognitif, persepsi diartikan
sebagai proses untuk memperoleh, menginterpretasi, memilih dan mengorganisasi
informasi yang berhubungan dengan panca indera (stimulus). Kata persepsi ‘perception’ berasal dari bahasa latin “capere” yang berarti ‘to take’ atau mengambil makna awal
secara lengkap ‘completely’. Persepsi
merupakan salah satu elemen dalam proses komunikasi yang berarti makna lisan
atau tulisan yang diberi oleh penghantar kepada penerima, dipengaruhi perkara
yang dilihat, pengalaman, sistem nilai dan tahap kematangan seseorang. Ada tiga
jenis persepsi yang harus diketahui kaitannya dengan penelitian visual dan
pencahayaan ini, yaitu:
1. Amodal
Perception, adalah istilah yang digunakan
untuk mendeskripsikan persepsi struktur fisik secara penuh disaat hanya
sebagian yang dideskripsikan. Sebagai contoh meja akan dipersepsikan sebagai
struktur volumetrik yang lengkap meskipun hanya sebagian dari meja yang
terlihat.
2. Colour
Perception, adalah kemampuan mempersepsi
warna yang ada pada tubuh mamalia melalui color
receptors yang berisi pigmen-pigmen dengan spectral sensitivities yang berbeda.
3. Depth
Perception, adalah kemampuan visual untuk
mempersepsi dunia dalam wujud tiga dimensi. Depth
Perception memberikan kemampuan untuk melihat gambaran objek pada jarak
tertentu secara akurat.
Hubungan sudut pandang dengan jarak objek pengamatan
amat berpengaruh sekali bagi pengguna ruang kelas. Hal ini berhubungan langsung
dengan tingkat kenyamanan visual dan apresiasi pengguna kelas.
Persepsi
adalah sebuah proses dimana seseorang memperoleh informasi dari lingkungan
sekitar. Persepsi merupakan suatu hal yang aktif. Persepsi memerlukan pertemuan
nyata dengan suatu benda dan juga membutuhkan proses kognisi serta afeksi.
Persepsi membantu individu untuk menggambarkan dan menjelaskan apa yang
dilakukan oleh individu. Persepsi seseorang dapat menjelaskan teori tentang
desain arsitektur yang mendasarinya. Banyak arsitek tidak tahu tentang
teori-teori persepsi tersebut.
Ada dua
dasar teori persepsi. Pertama, terfokus pada penerimaan dari pengalaman indera dan yang lainnya pada pikiran sebagai sistem yang aktif
dan saling berhubungan. Sebenarnya telah banyak penelitian mengenai cara kita
melihat sesuatu yang sama dalam kehidupan sehari-hari bisa menjadi berbeda
karena selalu dipengaruhi oleh situasi sosial dimana kita melihatnya. Sehingga
disarankan bagi para arsitek, yang memang menggeluti wilayah seni visual, bahwa
kontribusi sosial terhadap seni (art)
dapat memodifikasi cara pandang arsitek dalam memandang dunia. Sama halnya
seperti dunia menentukan bagaimana arsitek seharusnya memandang seni (venustas) bukan hanya dalam wujud (firmitas) dan fungsi (utilitas).
Kompleksitas
selain sebagai prinsip-prinsip umum persepsi yang tak kasat mata juga merupakan
prinsip penilaian relatif (relative
judgement) atau pengaruh dari
konteks terhadap hal yang dialami. Ini berarti bahwa tiap prinsip dalam
teori-teori persepsi belum tentu bisa
dijelaskan berdasarkan hokum-hukum alam. Ada empat teori mengenai persepsi yang
diuraikan, yaitu : teori Gestalt, teori Steven’s Power, teori Transaksional dan
teori Ekologi.
Dalam teori
Gestalt, hal paling dasar yang paling perlu diperhatikan adalah konsep
tentang form, yaitu suatu elemen yang
terstruktur dan tertutup dalam pandangan visual seseorang. Ada enam properti
yang dapat mempengaruhi persepsi dari form.
Keenam properti dasar itu sangat penting dalam teori desain arsitektur, karena
properti tersebut memberitahu bagaimana unit-unit dari lingkungan dapat
diamati. Properti-properti tersebut dikenal juga sebagai “hokum-hukum” dari Proksimitas (kedekatan jarak), Similaritas (kesamaan bentuk), Closure (ketertutupan unit visual), Good Continuance (Kesinambungan), Area and Simmetry (bidang dan simetri), Figure and Ground (bentuk dan latar).
Teori Gestalt menyimpulkan bahwa persepsi-persepsi diorganisasikan ke dalam
bentuk-bentuk (figures) dan latarnya.
Pola garis-garis, bidang-bidang, dan obyek-obyek terlihat memiliki “kualitas
dinamis” tertentu. Mereka seperti dapat bergerak, punya berat atau malah bisa
terkesan ringan, menyenangkan atau menyedihkan.
Teori
Steven’s Power (1975)
menunjukkan banyak kasus mengenai penilaian-penilaian psikologis yang
berhubungan satu sama lain dengan fenomena fisik dinilai berdasarkan rasio. Contohnya,
penilaian terhadap terang relatif yang bersumber dari dua sumber cahaya dapat
dibuat lebih mendekati keadaan sesungguhnya, sedangkan penilaian terhadap
terang absolut justru seringkali keliru. Konsekuensinya adalaha bertambahnya
stimulus fisik secara kuantitatif dapat mengakibatkan perubahan yang relatif
lebih besar dan ini diperlukan agar dapat dibedakan secara persepsional. Hal
khusus yang membantu kita memahami implikasi-implikasi teori Steven adalah
pendapat Stevens dan para koleganya tentang stimulus no-fisik. Dia menunjukkan
bahwa para kriminal diberi hukuman yang beratnya berhubungan dengan fungsi power. Semakin tinggi tingkat
kriminalitasnya semakin berat hukumannya. Faktanya, hal ini terjadi juga dalam
fenomena fisik sehingga dapat disimpulkan bahwa ; 1) penilaian persepsi tidak
terisolasi (berdiri sendiri) dari penilaian psikologis, dan 2) hal ini
menggambarkan hubungan relatif antar stimulus yang menjadi faktor penting dalam
menentukan penilaian.
Teori
Transaksional menjelaskan tentang peranan pengalaman
persepsi dan menekankan hubungan dinamis antara manusia dan lingkungan.
Persepsi merupakan transaksi
dimana lingkungan dan pengamat saling bergantung satu dengan yang lainnya.
William Ittelson (1960) mendefinisikannya sebagai berikut :
Persepsi
adalah bagian dari proses yang hidup, dimana setiap orang, dari sudut
pandangnya masing-masing menciptakan dunianya.., dalam mencapai suatu kepuasan.
Teori
Transaksional pun membuat beberapa asumsi tentang proses persepsi, seperti
dinyatakan sebagai berikut.
§
Persepsi bersifat
multimodal
§
Persepsi adalah proses
aktif, bukan pasif
§
Persepsi tidak dapat
dijelaskan dengan memisahkan perilaku ke dalam pengamat dan yang diamati
§
Persepsi tak dapat
dijelaskan sebagai respon yang terkondisi terhadap stimulus
§
Hubungan
manusia-lingkungan adalah dinamis
§
Citra lingkungan
tergantung pada pengalaman masa lalu pengamat, dan juga tergantung pada motif
dan sikap masa kini
§
Pengalaman masa lalu
terproyeksikan ke situasi masa kini dalam hubungannya dengan kebutuhan
seseorang
§
Persepsi diatur dan
diperintah oleh harapan-harapan dan kecenderungan.
Donald
Appleyard, seorang arsitek, mencata apa yang substansial menjadi dasar
pandangan para transaksionalis, yang secara langsung lebih merujuk pada posisi
Jerome Bruner (1966) ketimbang posisi Ittelson (Appleyard, 1973). Dia
mengkategorikan informasi persepsional ke dalam 3 kategori, yaitu:
a.
Operational, informasi yang
dibutuhkan seseorang untuk mencapai tujuannya
b.
Responsive, berupa
karakteristik-karakteristik yang berbeda dan sangat mengganggu hingga
menimbulkan suatu tindakan tertentu.
c.
Inferential, informasi yang
membentuk sistem coding untuk
mengenali elemen-elemen yang ada di dunia.
Kontribusi
penting dari teori transaksional terhadap teori desain arsitektur adalah, pengalaman
membentuk orang untuk member perhatian kepada lingkungan dan kepada apa yang
penting bagi dirinya. Teori estetik positif mana pun pasti mengakui hal ini,
dan mengingatkan bahwa memandang dunia sebagai sebuah lingkungan, berbeda dari
sekedar memandangnya sebagai obyek, meskipun bisa dianggap demikian. Namun
masih banyak bidang-bidang penelitian persepsi yang dapat memperkaya teori
desain arsitektur tidak bisa dijelaskan oleh teori Gestalt, Steven dan
Transaksional. Sebuah teori persepsi yang agak kontradiktif yaitu teori ekologi
berusaha menjawab hal ini.
Pendekatan
Teori Ekologi sangat radikal dalam membahas MASALAH PERSEPSI (Cutting,
1982). Pendekatan ini sangat kontradiktif terhadap teori Gestalt mengenai isomorphism dan interpretasi
transaksional tentang peran pengalaman persepsi. Ketimbang menganggap panca
indera sebagai saluran dan sensasi-sensasi, teori ini memandang panca indera
hanya sebagai sistem persepsi (Gibson, 1966). Hipotesa bahwa struktur cahaya,
gelombang suara, dan sumber persepsi lainnya dapat menyampaikan informasi
tentang dunia secara langsung tanpa harus merekonstruksi “data sensoris yang
tidak bermakna” merupakan hal yang kontroversial. Dalam hubungannya dengan
persepsi visual, Gibson mencatat selama lingkungan diterangi, berkas-berkas
cahaya yang berkumpul pada sebuah titik dibentuk dari wajah dan permukaan
bidangnya. Ketika seseorang bergerak, bentuknya pun berubah. Gibson beranggapan
ada informasi dalam bentuk ini yang perubahannya secara langsung dipersepsikan,
tidak peduli tingkat penerangannya, kecuali bahwa detail bentuk mulai hilang
pada tingkat penerangan yang rendah.
Orang
menyelidiki lingkungan untuk mempersepsikan detail-detail dengan menggerakkan
mata, kepala dan tubuhnya. Dengan pengalamannya, orang mampu mengidentifikasi
detail-detail terhalus dan hubungan-hubungan terluas (Gibson dkk, 1955). Dengan
pengalamannya, orang belajar member perhatian terhadap detail yang sebelumnya
tidak terlihat olehnya. Setiap gerakan normatif dalam desain arsitektur membawa
perhatian orang ke beberapa variable tertentu.
Berbeda dengan sensasi, persepsi merupakan sebuah
proses yang aktif dari manusia dalam memilah, mengelompokkan, serta memberikan
makna pada informasi yang diterimanya. Bangunan tinggi akan memberikan sensasi
bangunan tingkat tinggi, tapi orang tertentu akan merasa kecil ketika melihat
bangunan itu (fenomena Bigness),
misalnya. Jadi bayangkan, dalam kehidupan sehari-hari ada begitu banyak
pengalaman perseptual yang sangat mungkin terjadi.
Dalam proses penginderaan ini pencahayaan menempati urutan pertama, khususnya dalam pengalaman
visual. Pencahayaan dibagi dua berdasarkan sumbernya, yaitu pencahayaan alami
yaitu bersumber dari cahaya matahari dan pencahayaan
buatan yang berasal dari sumber cahaya buatan manusia yang dikenal dengan lampu
atau luminer. Pada cuaca yang kurang baik dan malam hari, pencahayaan
buatan sangat dibutuhkan. Perkembangan teknologi sumber cahaya buatan
memberikan kualitas pencahayaan buatan yang memenuhi kebutuhan manusia (Lechner,
2001, p.472).
Pencahayaan buatan membutuhkan energi untuk diubah menjadi terang
cahaya. Segi efisiensi menjadi pertimbangan yang sangat penting selain
menjadikan pencahayaan buatan sesuai dengan kebutuhan manusia. Pencahayaan
buatan yang efisien mempunyai fokus kepada pemenuhan pencahayaan pada bidang
kerja. Satwiko (2004) menyatakan pentingnya mengarahkan cahaya ke titik yang
membutuhkan pencahayaan sebagai prioritas.
PENCAHAYAAN BIDANG KERJA
Berapa banyak cahaya yang
diperlukan?
Setiap pekerjaan memerlukan tingkat pencahayaan pada permukaannya. Pencahayaan yang baik menjadi penting
untuk menampilkan tugas
yang bersifat visual.
Pencahayaan yang lebih
baik akan
membuat orang bekerja lebih produktif. Membaca buku dapat dilakukan dengan 100 samapai 200 lux. Hal ini
merupakan pertanyaan awal perancang sebelum memilih tingkat pencahayaan yang benar. CIE (Commission
International de l’Eclairage) dan IES (Illuminating Engineers Society) telah menerbitkan tingkat
pencahayaan yang direkomendasikan untuk berbagai pekerjaan. Nilai- nilai yang
direkomendasikan tersebut telah
dipakai sebagai standar
nasional dan internasional bagi perancangan
pencahayaan (Tabel
diberikan dibawah). Pertanyaan kedua adalah mengenai kualitas cahaya. Dalam kebanyakan konteks, kualitas dibaca sebagai perubahan warna.
Permukaan yang berkaitan dengan bidang kerja adalah permukaan yang
menjadi area penglihatan selama bekerja. Dalam teori iluminasi pada bidang
kerja, desainer perlu mengetahui berapa tinggi bidang kerja yang akan
mendapatkan pencahayaan optimum kemudian mengukur berapa besar area bidang
kerja yang perlu diberi pencahayaan optimum dan area yang hanya perlu
pencahayaan umum. Dengan demikian, diharapkan pencahayaan menjadi efisien,
seperti yang ditunjukkan pada gambar.
Beberapa faktor yang perlu dihindari untuk mendapatkan kenyamanan
penglihatan pada bidang kerja dalam IESNA (2000) :
(1)
Silau (Glare)
Terdapat dua buah silau disability glare dan discomfort glare. Disability Glare adalah silau yang menyebabkan mata tidak mampu melihat apapun akibat dari pancaran sinar yang besar ke arah mata seperti ditunjukkan Gambar 2.2, salah satu contoh saat melihat ke arah sinar matahari langsung. Untuk menghindari masalah ini, letak luminer tidak berada langsung pada area penglihatan atau luminer diberi pengarah agar cahaya yang dikeluarkan menjadi lebih lembut.
Discomfort Glare adalah silau yang ditimbulkan akibat pantulan sinar terhadap bidang kerja atau unsur-unsur di sekitarnya yang menuju mata. Umumnya masalah potensi silau (discomfort glare) berasal dari unsur-unsur yang berada pada bidang kerja (lihat Gambar 6 bagian a). Tetapi juga dapat disebabkan oleh unsur-unsur di sekitar bidang kerja seperti material pembatas ruang (dinding, plafond dan lantai).
2)
Bayangan (Shadow)
Gambar 6 bagian b menunjukkan pembayangan terjadi karena pancaran
sinar cahaya ke bidang kerja tertutupi oleh suatu obyek (tangan). Hal ini
terjadi juga karena pancaran sinar terlalu kuat sementara tidak terdapat sumber
cahaya dari arah lain yang dapat mengurangi efek pembayangan tersebut. Cara
yang termudah adalah meletakkan sumber cahaya dari arah yang tidak tertutupi
oleh obyek baik dari obyek tetap atau bergerak.
(3)
Cahaya Kejut (Flicker)
Flicker adalah ketidakstabilan suplai
cahaya yang dihasilkan sumber cahaya yang menyebabkan perubahan intensitas
cahaya dengan cepat. Akibat dari perubahan yang cepat, mata harus beradaptasi
dengan cepat pula sehingga terjadi ketidaknyamanan. Beberapa sumber cahaya
mempunyai kekurangan ini dan juga dapat disebabkan suplai tegangan listrik yang
kurang stabil. Flicker dapat diminimalisasi dengan memilih sumber cahaya
yang mempunyai resiko kecil terjadi flicker. Lampu CFL termasuk sumber
cahaya yang kecil terjadi flicker.
PENCAHAYAAN PADA RUANG
BIDANG KERJA
Pada
suatu pengalaman melihat, terdapat aspek-apek hue (rona warna), saturation (saturasi),
brightness (kecerahan) dan form (bentuk) yang memberikan sensasi
kepada otak. Beberapa penelitian mengenai pengalaman melihat ini kebanyakan
hanya menerangkan pola aktivitas dalam jalur indera yang kemudian menjadi
“bahan mentah” untuk kita alami dalam mengamati kekayaan visual dari sebuah
karya seni yang masih abstrak, wajah seorang wanita atau menyaksikan sebuah
percakapan dalam televisi, terjadi proses aktif pada indera untuk merubah input
menjadi sesuatu yang kita alami. Pengamatan semacam itu seperti pengalaman
mengenal dunia, bersumber dari input indera ditambah dengan cara kita memproses
informasi indera tersebut.
Kontras terang juga
merupakan faktor penting dalam proses melihat. Kontras terang adalah perbandingan tingkat iluminasi antara bidang kerja dengan
daerah di sekelilingnya. Dengan pengendalian kontras yang tepat dapat
mengurangi pengaruh dari silau dan kelelahan pada mata. Kontras terang yang
baik dapat menghasilkan color ambience (suasana warna) yang berkualitas.
Secara umum tingkat kontras area kurang lebih sepertiga dari pencahayaan bidang
kerja (Fordergemeinscaft Gutes Licht,2008).
Beberapa luminer yang disusun demikian rupa akan bekerjasama
menghasilkan pencahayaan yang membentuk combined ncandescent. Combined
ncandescent ini juga akan sangat menguntungkan (efisiensi) dan membantu
mengatasi masalah silau.
Rumus yang berkaitan pencahayaan bidang kerja, berdasarkan kepada
sudut yang jatuh pada titik kerja dari beberapa luminer adalah sebagai berikut:
ET
= I1/d1 2Cosß + …+ In/dn 2Cosß lux
ET
= Iluminasi total, lux (lumen/m2)
I1…In
= Intensitas Sumber Cahaya ke suatu titik
d1…dn
= Jarak dari Sumber Cahaya ke suatu titik
ß1…ß2 = Sudut ncandesendt cahaya
Selain itu, elemen-elemen dalam ruang juga mempengaruhi terang
cahaya dari suatu sumber cahaya. Dalam disain interior (Suptandar,1999, p. 217)
menyebutkan elemen-elemen tersebut adalah:
a.
Kondisi ruang (tertutup atau
terbuka)
b.
Letak penempatan lampu
c.
Jenis dan daya lampu
d.
Jenis permukaan benda-benda dalam
ruang (memantulkan atau menyerap)
e.
Warna-warna dinding (gelap atau
terang)
f.
Udara dalam ruang
g.
Pola photometri lampu.
Faktor-faktor dalam ruang dan teknologi pencahayaan merupakan
kombinasi perencanaan bidang kerja penglihatan yang nyaman.
KARAKTERISTIK SUMBER CAHAYA
DAN PENGARUH CAHAYA
Sumber cahaya adakalanya saling mendukung namun pada
kondisi tertentu kadang pula dapat merugikan dalam hal kualitas pencahayaan
untuk pengguna menurun. Cahaya alami dan buatan yang saling mendominasi kadang
melahirkan distorsi cahaya maupun gangguan lainnya. Gangguan ini jelas
berpengaruh dengan suasana hati dari pengguna, ada kemudian nilai kualitatif
yang tidak dapat dihitung, yaitu sensasi yang dilahirkan dari gangguan cahaya
yang dapat diukur. Kedua variabel ini sangat erat kaitannya satu sama lain, dan
kemudian perlu diketahui pada tingkatan intensitas cahaya bagaimana yang dapat
melahirkan efek distorsi yang dapat memengaruhi pengguna dalam hal ini proses
penerimaan materi di ruang kuliah. Nilai yang dapat terukur ini kemudian
menjadi pembanding terhadap standar ruang sesuai fungsinya.
JENIS SUMBER CAHAYA
Satwiko dalam Ilmu Fisika Bangunan (2004, p. 69) membagi jenis
sumber cahaya dalam tiga golongan –selain
sumber cahaya alami- sebagai berikut:
(1)
Lampu Pijar Cahaya dihasilkan oleh
filament dari bahan tungsten yang berpijar karena panas. Efikasi lampu rendah
8-10 % ncand yang menjadi cahaya. Sisa ncand terbuang dalam bentuk panas. Lampu
Halogen termasuk dalam golongan ini.
(2)
Lampu Fluorescent Cahaya
dihasilkan oleh pendaran bubuk fosfor yang melapisi bagian dalam tabung lampu.
Ramuan bubuk menentukan warna cahaya yang dihasilkan. Lebih dari 25 % ncand
menjadi cahaya.
(3)
Lampu HID (High-Intensity
Discharge) Cahaya dihasilkan oleh lecutan listrik melalui uap zat logam. Termasuk
dalam golongan ini adalah lampu Merkuri, Metal Halida dan Sodium Bertekanan.
Masing-masing golongan memiliki kelebihan tersendiri. Lampu pijar lebih hangat karena sebagian 90% ncand menjadi panas dan warnanya kekuningan, sesuai untuk kegiatan santai atau istirahat. Lampu Fluorescent mempunyai sinar yang terang dan putih, sesuai untuk kegiatan kerja dengan penglihatan. Sedangkan, lampu HID lebih efisien, sesuai untuk penerangan umum
STANDAR KUAT
PENERANGAN RUANG DALAM
Ø
Berdasarkan SKSNI T-14-1993-03
Macam Pekerjaan |
Lux |
Contoh |
Pencahayaan untuk
daerah yang tidak terus menerus dipergunakan |
20 50 100 |
·
Iluminasi minimum ·
Parkir dan daerah
sirkulasi di dalam ruangan ·
Kamar tidur di hotel |
Pencahayaan untuk
bekerja di dalam ruangan |
200 350 400 |
·
Membaca dan menulis
yang tidak terus menerus ·
Pencahayaan umum
untuk perkantoran, pertokoan, membaca, dan menulis ·
Ruang gambar |
Pencahayaan setempat
untuk pekerjaan yang teliti |
750 1000 2000 |
·
Pembacaan untuk
koreksi tulisan ·
Gambar yang sangat
teliti ·
Pekerjaan secara
rinci dan presisi |
Ø Berdasarkan
Standar Industri Jerman DIN 5035
“Teknik Pencahayaan dan Tata
Letak Lampu”
Macam Pekerjaan |
Lux |
Tingkat cahaya
minimum untuk bekerja |
250 |
Tingkat cahaya yang
diperlukan untuk pekerjaan kasar dalam industry |
300 |
Untuk pekerjaan
bengkel, took, kantor, toserba, dan sebagainya yang sejenis |
500-750 |
Untuk pekerjaan
presisi, elektronika, pencampuran warna, perakitan jam, pekerjaan yang
membuat perhiasan dari emas, dan sebagainya yang memerlukan ketelitian |
1000-1500 |
Tingkat kuat
penerangan maksimum dalam satu ruang ruangan kerja |
2000 |
Ø
Berdasarkan ESI (Equal Sphere Illumination)
“Teknologi Pencahayaan”
Jenis bangunan atau tempat |
Lux |
Sekolah Tempat membaca: Buku cetakan Tulisan pensil Hasil foto copy yang
bagus Hasil foto copy yang
jelek Kelas: Papan tulis Ruang gambar Laboratorium Ruang kuliah: Umum Kelas baca,
peragaan, dan demonstrasi Bengkel Aula Koridor Perpustakaan |
300 750 300 1000 1600 1000 1000 750 1600 1000 750 200 750 |
(*)
Digunakan di negara-negara Eropa pada umumnya
Komentar